Makalah
Kelompok 9
|
MPU
MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA
FUNGSI,KEDUDUKAN DAN KEWENANGANNYA DALAM PELAKSANAAN
SYARI’AT ISLAM DI ACEH
Oleh
ASYARI
MURSYIDIN
T.WILI PRAKASA
SYAHRUL KURNIAWAN
ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UIN AR-RANIRY
ILMU POLITIK
BANDA ACEH
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dibentuk
di Aceh/kabupaten/kota. Adapun organisasi MPU terdiri dari Pemimpin,
Sekretariat, Dewan Paripurna Ulama dan komisi- komisi.Masa kepengurusan MPU
ditetapkan selama 5 tahun. Masa kepengurusan MPU sebangai mana dimaksud dalam
ayat (1) dapat diperpanjang untuk 1 kali masa kepengurusan berikutnya. Untuk
pembiayaan penyelenggaraan MPU dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan subsidi atau bantuan dari pemerintah Atasan, serta
bantuan dari lembagalain diluar Pemerintah Daerah baik dalam maupun luar negeri
yang sah dan tidak mengikat. MPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
independen yaitu MPU tidak berada dibawah Gubernur, DPRD atau Lembaga lain,
tetapi sebagai mitra sejajarnya dan kepengurusannya dipilih dalam musyawarah
ulama.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Untuk membahas lebih detil tentang fungsi,
tugas, kedudukan dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dalam
pelaksanaan syari’at Islam di Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi MPU
Fungsi MPU ada dua yaitu sebagai penasehat
yang memberi saran,
pertimbangan
kepada pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif) dan sebagai pengawas
terhadap pelaksanaan kebijakan daerah, baik bidang pemerintahan, pembangunan
maupun pembinaan kemasyarakatan serta tatanan hukum dan tatanan ekonomi yang
islami.
Keberadaan
ulama dalam masyarakat Aceh memiliki status tersendiri, yang sejajar dengan
instansi daerah lainnya, sehingga menempatkan MPU menjadi penting sebagai mitra
pemerintahan daerah. Namun kesempatan dalam membuat keputusan sebagai mitra
sejajar sangat terbatas.
Hal ini disebabkan MPU berfungsi sebagai
pemberi saran, pertimbangan, usul kepada pemerintah daerah, tetapi keputusannya
tetap berada pada pihak pemerintahan daerah. Meskipun secara yuridis MPU
kedudukannya sebagai mitra sejajar pemerintah daerah dan DPRD, tetapi dalam
prakteknya belum berjalan secara maksimal, hanya sebatas hubungan konsultatif.
Sebagai badan konsultatif maka produk utama MPU adalah berupa saran, usul serta
pertimbangan mengenai masalah-masalah pemerintahan dan kemasyarakatan dari
aspek syariat Islam secara kaffah, terutama masalah-masalah daerah yang
diserahkan kepada Pemerintah
Daerah
dan DPRD serta instansi lainnya, baik atas permintaan maupun atas inisiatif MPU
sendiri.
MPU mempunyai kedudukan yang bebas dan tidak tergantung pada Kepala Daerah dan
DPRD atau kekuatan-kekuatan sosial dalam masyarakat.
Dalam melaksanakan fungsinya tersebut, MPU
mempunyai hak dan kewajiban yaitu:
Dalam sistem Pemerintahan Daerah, Kepala
Daerah adalah penyelenggaraan kekuasaan Pemerintahan Daerah. Hal ini berarti
seluruh tanggung-jawab penyelenggaraan
Pemerintahan
Daerah berada di atas pundak Kepala Daerah, sedangkan MPU adalah sebagai badan
yang memberikan pertimbangan-pertimbangan kepada Kepala Daerah, tetapi tidak
terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
MPU bersifat pasif dalam
B.
Tuags MPU Ditingkat Propinsi dan Kabupaten/Kota
a. tugas MPU ditigkat Propinsi
1. Memberikan masukan, pertimbangan, dan saran
kepada Pemerintah Aceh dan DPRA dalam menetapkan kebijakan berdasarkan syari’at
Islam.
2. Melakukan pengawasn terhadap penyelenggaraan pemerintahan,
kebijakan daerah berdasarkan syari’at Islam.
3. Melakukan penelitian, penegembangan,
penerjemahan, penerbitan, dan
pendokumentasian terhadap naskah-naskah yang
berkenaan dengan syari’at Islam
4. Melakukan pengkaderan ulama.
b.tugas MPU ditingkat Kabupaten/kota
1. Memberi masukan, pertimbangan, dan saran
kepada pemerintah Kabupaten/kota dan DPRK dalam menetapkan kebijakan
berdasarkan syari’at islam .
2. Melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, kebijakan daerah berdasarkan syari’at islam.
3. Melakukan pengkaderan ulama.
4.
Melakukan pemantauan dan kajian terhadap dugaan adanya penyimpangan kegiatan Keagamaan
yang meresahkan masyarakat serta melaporkannya kepada MPU.
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Ulama
(MPU) merupakan lembaga yang bersifat Independen dan merupakan mitra kerja
Pemerintahan Aceh. Secara legal formal keberadaan MPU di Aceh merujuk pada
Pasal 18B Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia yaitu:
1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan Undang-undang.
2)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta
hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
undang-undang.
Kemudian
juga dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan
Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2009 tentang Mejelis Permusyawaratan Ulama.
Terkait dengan peran MPU di Aceh hingga saat ini belum berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan, beberapa penyebab diantaranya, Pemerintah Aceh dan DPRA dapat saja mengabaikan pertimbangan maupun saran MPU dalam merumuskan kebijakan daerah. Kemudian MPU tidak memiliki kekuatan atau pengaruh yang sama karena dari sisi keuangan MPU bergantung pada Pemerintah Aceh, sehingga MPU sebagai mitra kerja Pemerintah Aceh dan DPRA tidaklah efektif.
Terkait dengan peran MPU di Aceh hingga saat ini belum berjalan dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan, beberapa penyebab diantaranya, Pemerintah Aceh dan DPRA dapat saja mengabaikan pertimbangan maupun saran MPU dalam merumuskan kebijakan daerah. Kemudian MPU tidak memiliki kekuatan atau pengaruh yang sama karena dari sisi keuangan MPU bergantung pada Pemerintah Aceh, sehingga MPU sebagai mitra kerja Pemerintah Aceh dan DPRA tidaklah efektif.
a. kewenangan MPU di tingkat Propinsi
1. Menetapkan fatwa terhadap masalah
pemerintahan,
pembangunan,ekonomi, sosial budaya dan
kemasyarakatan.
2. Memberikan arahan terhadap perbedaan pendapat
dalam masalah
keagamaan baik sesama umat Islam maupun antar
umat beragama
lainnya.
3. Dalam hal Badan Legislatif menjalankan
fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan kebijakan Daerah, menyangkut
dengan Hukum Islam, wajib meminta dan mempertimbangkan Fatwa dan pertimbangan
Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).Badan Legislatif dapat menerima Rancangan
Qanun di bidang Syari?at Islam yang diajukan MPU sebagai Rancangan Qanun hak
inisiatif anggota DPRD. Dalam rangka pembentukan Komisi independen Pemilihan
dan Komisi Pengawas Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Badan Legislatif
wajib meminta
pertimbangan
MPU.
b. kewenangan MPU ditingkat Kabupaten/Kota
1. Melaksanakan dan mengamankan fatwa yang
dikeluarkan oleh MPU.
2. Memberikan pertimbangan dan masukan kepada pemerintahan
Kabupaten/Kotayang meliputi bidang
pemerintahan, pembangunan,
kemasyarakatan serta tatanan ekonomi yang
Islami.
D.
Hubungan Tata Kerja MPU
1. Dengan Badan Eksekutif
2. Dengan
Badan Legislatif
3. Dan
Dengan Instansi Lainnya
1. Hubungan
Tata Kerja MPU Dengan Badan Eksekutif
(1) Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU)
merupakan mitra kerja Badan Eksekutif dalam penentuan kebijakan Daerah terutama
yang berkaitan dengan Syari'at Islam.
(2) Sebagai
mitra kerja Badan Eksekutif, Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) wajib
memberi masukan, pertimbangan dan saran-saran kepada Badan Eksekutif dalam
merumuskan dan menjalankan kebijakan Daerah baik dalam bidang pemerintahan,
pembangunan, kemasyarakatan dan tatanan hokum serta tatanan ekonomi yang
Islami.
(1) Badan Eksekutif dalam menjalankan
kebijakan Daerah wajib memposisikan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai
Badan independen dan mitra kerja terutama yang berkaitan dengan Syari’at Islam.
(2) Badan Eksekutif wajib
meminta masukan, pertimbangan dan saran-saran dari Majelis Permusyawaratan
Ulama (MPU) dalam menjalankan kebijakan Daerah.
(3) Badan Eksekutif wajib
mendengar fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dalam menjalankan kebijakan
Daerah, di bidang pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, tatanan hukum dan
tatanan ekonomi yang Islami.
2. Hubungan
Tata Kerja MPU Dengan Badan Legislatif
(1) MPU sebagai badan
independen dan mitra kerja badan Legislatif dalam menjalankan fungsi legislasi,
penganggaran dan pengawasan kebijakan Daerah, terutama bidang syari?at Islam.
a. dalam negeri;
b. luar negeri.
(1) Badan Legislatif dalam
menjalankan fungsi legislasi yang menyangkut dengan Syari?at Islam wajib
meminta masukan, pertimbangan dan saran-saran dari Majelis Permusyawaratan
Ulama (MPU).
(2) Dalam hal Badan Legislatif
menjalankan fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan kebijakan Daerah,
menyangkut dengan Hukum Islam, wajib meminta dan mempertimbangkan Fatwa dan
pertimbangan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU).
Badan Legislatif dapat menerima
Rancangan Qanun di bidang Syari?at Islam yang diajukan MPU sebagai Rancangan
Qanun hak inisiatif anggota DPRD.
Dalam rangka pembentukan Komisi
independen Pemilihan dan Komisi Pengawas Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Badan Legislatif wajib meminta pertimbangan MPU.
3. Hubungan
Tata Kerja MPU Dengan Instansi Lainnya
Bagian Pertama
Hubungan Tata Kerja MPU
dengan Kepolisian Daerah
Nanggroe Aceh Darussalam
MPU sebagai badan independen wajib memberikan
pertimbangan dan saran-saran kepada
Kepala Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dalam melaksanakan kebijakan
di bidang keamanan, tugas fungsional Kepolisian, ketertiban dan ketentraman
masyarakat serta bidang Pendidikan Kepolisian.
[2] Kepala Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam wajib
bekerjasama dengan MPU dalam rangka pendidikan dan pembinaan Kepolisian khusus
di bidang penegakan Syari’at Islam, ketertiban dan ketentraman masyarakat.
Bagian Kedua
Hubungan Tata Kerja MPU
dengan Kejaksaan
Nanggroe Aceh Darussalam
MPU sebagai badan independen dan mitra kerja Kejaksaan
Nanggroe Aceh Darussalam dalam melaksanakan tugas dan kebijakan di bidang
Penuntutan dan pelaksanaan putusan Peradilan Syari?at Islam serta pengawasan
terhadap aliran/ajaran sesat.
Bagian Ketiga
Larangan Pinjaman
Kejaksaan
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam melaksanakan tugas dan kebijakan di
bidang Penuntutan dan pelaksanaan Putusan Peradilan Syari?at Islam serta
pengawasan terhadap aliran/paham sesat wajib memperhatikan sungguh-sungguh
pertimbangan/Fatwa MPU.
Bagian Keempat
Hubungan Tata Kerja MPU
dengan KODAM Iskandarmuda
MPU sebagai badan independen dan mitra
kerja Eksekutif, Legislatif dan Instansi lainnya, wajib memberikan
saran/pertimbangan kepada Kodam Iskandarmuda dalam rangka penetapan kebijakan
dibidang pertahanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Kodam
Iskandarmuda dalam menyelenggarakan kebijkan pertahanan Negara di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam wajib memperhatikan sungguh-sungguh nilai-nilai agama,
budaya, adat serta saran-saran/Fatwa MPU.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas tentang fungsi,
tugas, kedudukan dan kewenangan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dalam
pelaksanaan syari’at Islam di Aceh dapat disimpulkan bahwa:
1.
MPU
ialah sebuah lembaga yang resmi yang sangat berperan dalam pelaksanaan syari’at
islam di aceh, dan bersifat independen yaitu tidak berada dibawah Gubernur,
DPRD atau Lembaga lain, tetapi sebagai mitra sejajarnya.
2.
Walaupun
demikian, tetap saja MPU tidak memiliki kekuatan atau pengaruh seperti mitra
sejajarnya.
[1] Majelis permusyawaratan ulama,kumpulan
Uud,Perda,Qanun dan Instruksi Gubernur Tentang keistimewaan Nanggro Aceh
Darussalam, Banda aceh, 2004, hlm. 65-78.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar